Peraturan, Regulasi dan Aspek Bisnis di bidang TI
Perkembangan teknologi yang sangat pesat,
membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi
tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki
perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana
maupun perdatanya.
Saat ini telah lahir hukum baru yang dikenal
dengan hukum cyber atau hukum telematika. Atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi
(law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara.
Di Indonesia, sudah ada UU ITE, UU No. 11
tahun 2008 yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektonik,
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk
perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara
Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar
wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang
memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi
untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas
teritorial atau universal.
Peraturan
dan Regulasi
Peraturan adalah salah satu bentuk keputusan
yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jadi, kita harus menaati peraturan agar
semua menjadi teratur dan orang akan merasa nyaman. Peraturan adalah tindakan
yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan (Joko Untoro & Tim
Guru Indonesia).
Regulasi adalah mengendalikan perilaku
manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan
dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas
pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui
asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar.
Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya
menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Peraturan di
Bidang IT
1. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 3881 ).
2. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4843).
3. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan lnformasi Publik (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4846).
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3980).
5. Peraturan
Presiden Republik lndonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara.
6. Peraturan
Presiden Republik lndonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas,
dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara.
7. Keputusan
Presiden Republik lndonesia Nomor 84lP Tahun 2009 tentang Susunan Kabinet
lndonesia Bersatu I1 Periode 2009 – 2014.
8. Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Komunikasi dan lnformatika Nomor: 31 /PER/M.KOMINF0/0912008.
9. Peraturan
Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 03/PM.Kominfo/5/2005 tentang
Penyesuaian Kata Sebutan Pada Beberapa KeputusanlPeraturan Menteri
Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan
Telekomunikasi.
10. Peraturan
Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 26/PER/M.KOMINF0/5/2007 tentang
Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan
lnformatika Nomor: 16/PER/M.KOMINF0/10/2010.
11. Peraturan
Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 01/PER/M.KOMINF0101/2010 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi.
12. Peraturan
Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 17/PER/M.KOMINFO/1 01201 0
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Regulasi di
Bidang IT
1. Regulasi Bisnis di Bidang Merek
Terkait dengan berbagai kasus
merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian dari merek itu sendiri.
Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15
tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Indonesia adalah negara hukum dan
hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah dilahirkan untuk
mengatasi berbagai masalah. Berkaitan dengan kasus-kasus terkait merek yang
banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam negeri, negeri ini juga
ikut serta dalam berbagai perjanjain dan kesepakatan internasional. Salah
satunya adalah mengesahkan pertemuan Internasional tentang TRIPs dan WTO yang
telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1
Januari 2000, Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang
ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right,
Including Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang
ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai
anggota dari WTO (Word Trade Organization). Isi perjanjian bisa dilihat di https://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/t_agm0_e.htm
2. Regulasi Bisnis di Bidang Perlindungan
Konsumen
Peraturan tentang hukum
perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) tentang
perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun
diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 April
1999.
Ada dua jenis perlindungan yang
diberikan kepada konsumen, yaitu :
§ Perlindungan
Priventif
Perlindungan yang diberikan
kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau
memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses
pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya
memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa
dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
§ Perlindungan
Kuratif
Perlindungan yang diberikan
kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau
jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen
belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli
barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli
suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika
orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang
atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
3. Regulasi Larangan Praktek
Monopoli
Pengertian Praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Dalam melakukan kegiatan usaha di
Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan
kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
4. Regulasi di Bidang Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang
sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan
perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa,
Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . Tetapi
pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan
perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum
Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi
golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara
di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat
unifikasi.
Karena bertambah pesatnya
hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang
oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan
peraturan (Ordonnance Du Commerce) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun Ordonnance Du Commerce yang mengatur tenteng kedaulatan.
Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia
cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw
dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang
dan waktu”. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang
dan waktu ini.
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime”
di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap
transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara
menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka
dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
§ Keamanan
nasional : instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak sah,
aktivitas teroris.
§ Protection
of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence,
pornography
§ Protection
of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial,
diskriminasi rasial.
§ Keamanan
ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.
§ Keamanan
informasi : Cybercrime, Phising
§ Protection
of Privacy
§ Protection
of Reputation
§ Intellectual
Property
Peraturan
dalam Cyberlaw
Sebagai orang yang sering memanfaatkan
internet untuk keperluaan sehari-hari sebaiknya kita membaca undang-undang
transaksi elektronis yang telah disyahkan pada tahun 2008. Undang-undang
tersebut dapat didownload dari website http://www.ri.go.id dan
dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan yang dilarang.
Permasalahan yang sering muncul adalah
bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan
pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan
komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata
belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk
kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer
dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri
data kartu kredit orang lain.
Cyberlaw di
Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi
elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai
perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga
diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis
diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan
diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti
yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada di Indonesia dan telah
disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54
Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
§ Pasal 27:
Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan
§ Pasal 28:
Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan
§ Pasal 29:
Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti
§ Pasal 30:
Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking
§ Pasal 31:
Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi
Tentang UU
ITE
UU ITE (Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik )adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan
kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital
sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi UUITE tidak terlepas
dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad
dan UI.
Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi
dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang
kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi
Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan
disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama
pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Keterbatasan UU Telekomunikasi dalam Mengatur
Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0. 36. Isi dari UU No. 36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0. 36. Isi dari UU No. 36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No. 36 tentang
telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah,
mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
serta meningkatkan hubungan antar bangsa
Aspek bisnis
di bidang teknologi informasi
Teknologi Informasi kini berkembang semakin
pesat. Teknologi Informasi bukan hanya sebatas teknologi komputer. Teknologi
Informasi merupakan semua perangkat atau peralatan yang dapat membantu seseorang
bekerja dan segala hal yang berhubungan dengan suatu proses, dan juga bagaimana
suatu informasi itu dapat sampai ke pihak yang membutuhkan, baik berupa data,
suara ataupun video. Dalam bidang Ekonomi dan bisnis, perkembangan Teknologi
sangat berpengaruh terhadap aspek ekonomi dan bisnis di dunia dan secara khusus
di Indonesia. Dalam dunia ekonomi dan bisnis, Teknologi Informasi dimanfaatkan
untuk perdagangan. Namun dalam mendirikan suatu badan usaha atau bisnis
khusunya di bidang IT, ada beberapa yang harus kita ketahui dan lakukan yaitu
berupa prosedur dalam pendirian bisnis.
Prosedur
Pendirian Bisnis
Berikut prosedur pendirian bisnis yang harus
kita lakukan sebelum memulai membangun usaha atau bisnis:
1. Mengajukan
permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati.
2. Mengajukan
permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat
Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq.
Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan.
3. Mengajukan
Permohonan Izin Gangguan.
4. Mengisi
formulir surat pernyataan kesanggupan mematuhi ketentuan teknis.
5. Membuat
Tanda Daftar Industri (TDI).
Kontrak
Kerja
1. Masa
percobaan
Masa percobaan dimaksudkan untuk
memperhatikan calon buruh (magang), mampu atau tidak untuk melakukan pekerjaan
yang akan diserahkan kepadanya serta untuk mengetahui kepribadian calon buruh
(magang).
2. Yang Dapat Membuat
Perjanjian Kerja
Untuk dapat membuat (kontrak)
perjanjian kerja adalah orang dewasa.
3. Bentuk
Perjanjian Kerja
Bentuk
dari Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja
untuk waktu tidak tertentu.
4. Isi
Perjanjian Kerja
Pada pokoknya isi dari perjanjian
kerja tidak dilarang oleh peraturan perundangan atau tidak bertentangan dengan
ketertiban atau kesusilaan.
5. Jangka Waktu
Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu
Dalam perjanjian kerja untuk
waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu, dapat diadakan
paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali saja
dengan waktu yang sama, tetapi paling lama 1 (satu) tahun.
6. Penggunaan
Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat,
jenis atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu.
7. Uang Panjar
Jika pada suatu pembuatan
perjanjian kerja diberikan oleh majikan dan diterima oleh buruh uang panjar,
maka pihak manapun tidak berwenang membatalkan kontrak (perjanjian) kerja itu
dengan jalan tidak meminta kembali atau mengembalikan uang panjar (Pasal 1601e
KUH Perdata). Meskipun uang panjar dikembalikan atau dianggap telah hilang,
perjanjian kerja tetap ada.
Kontrak
Bisnis
Kontrak Bisnis merupakan suatu perjanjian
dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang
terkait didalamnya bermuatan bisnis. Adapaun bisnis adalah tindakan-tindakan
yang mempunyai nilai komersial. Dengan demikian kontrak bisnis adalah
perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial.
Dalam pengertian yang demikian kontrak bisnis harus dibedakan dengan suatu
kontrak kawin atau perjanjian kawin.
Pakta
Integritas
Dalam Pasal 1 Keppres No.80/2003 mengenai
pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah disebutkan bahwa yang
dimaksud Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh
pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan / penyedia barang/jasa
yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan KKN dalam pelaksanaan
pengadaan barang/jasa.
Pakta Integritas merupakan suatu bentuk
kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait,
yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor publik maupun penawar dari
pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta tersebut dipantau dan diawasi baik oleh
organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah
atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang
sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu.
Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik
melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas
pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua
belah pihak. Tujuan pakta integritas adalah Mendukung sektor publik untuk dapat
menghasilkan barang dan jasa pada harga bersaing tanpa adanya korupsi yang
menyebabkan penyimpangan harga dalam pengadaan barang dan jasa barang dan jasa.
Pendapat
Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang sangat pesat seperti saat ini diperlukan adanya suatu
standar untuk mengaturnya. Peraturan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah
diharapkan dapat mengatur perkembangan, manfaat serta fungsi teknologi
informasi menuju kearah yang positif. Namun bukan berarti pemerintah membatasi
perkembangan dalam bidang teknologi informasi ini, karena pemanfaatan teknologi
informasi memang sangat penting dalam segala aspek bisnis TI. Kesadaran akan
peraturan dan regulasi ini dari setiap pelaku bisnis sangat diperlukan untuk
mendukung pemanfaatan teknologi informasi sesuai dengan seharusnya. Walaupun
tidak dipungkiri pelanggaran peraturan dan regulasi IT ini masih banyak
terjadi. Ketegasan hukum dalam hal pelanggaran ini memang perlu ditegakkan,
agar tidak ada lagi kalangan yang merasa dirugikan.
Dengan adanya undang-undang ITE setidaknya
mampu menjamin kelancaran berbisnis di bidang TI, karena rasa nyaman merupakan
modal awal berjalannya suatu bisnis. Kedepannya diharapkan segala kekurangan
dari peraturan yang sudah ada mampu ditutupi atau diganti dengan
peraturan-peraturan yang lebih ketat dan jelas. Disamping pembenahan dalam diri
peraturan di Indonesia, juga perlu pemahaman bagi para penggiat bisnis di
bidang TI, seperti pengadaan seminar-seminar tentang bisnis di bidang TI beserta
aturan-aturannya. Seminar dapat dimulai dari kampus-kampus yang sedikit banyak
pebisnis di bidang TI berangkat dari kampus. Dari situ bisa dibangun pemahaman
akan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Sumber:
https://iswarifurandani.wordpress.com/2013/11/13/peraturan-dan-regulasi-dalam-bidang-it/
http://indra-prastiyo.blogspot.com/2015/05/peraturan-regulasi-dan-aspek-bisnis-di.html?m=1
http://iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/31149/9.Prosedur+pendirian+usaha.pdf
http://rardirardi.blogspot.com/2015/06/peraturan-regulasi-dan-aspek-bisnis-di.html
Comments