Dwi Nurani; (Auto) Biography

Dwi Nurani, anak kedua dari enam bersaudara. Terlahir di Jakarta tepatnya pada bulan Mei 1990. Memulai pendidikan di sebuah taman kanak-kanak di jalan Bunga Rampai, Prumnas Klender, Jakarta Timur. TK Tanah Air, itulah nama taman kanak-kanak tersebut. Dengan wali kelas yang biasa ia panggil Ibu Ati (yang hingga saat ini dwi-pun belum tahu siapa nama lengkapnya), dwi menjalani masa kanak-kanaknya dengan cukup menyenangkan. Bermain, bernyanyi, berhitung, menggambar dan mewarnai, adalah kegiatan sehari-hari yang ia lalui. Hari yang paling ia sukai adalah hari Jumat, dimana hari itu adalah hari mewarnai dan jadwalnya murid-murid mendapatkan sarapan bubur kacang hijau.
Sejak dulu, bermain dengan warna adalah hal yang sangat menyenangkan baginya. Masih dapat teringat olehnya ketika pertama kali ia dikenalkan dengan teknik melukis menggunakan jari, atau istilah yang lebih populer di masyarakat yaitu finger painting. Finger painting, what a fun activity. Untuk seorang anak berumur 5 tahun, diberi kebebasan untuk memasukkan tangan kedalam bak berisi tinta berwarna-warni, mungkin bagaikan kebahagiaan tiada tara. Hari dimana tangan, wajah, kaos kaki, baju, dan lantai kelasmu boleh kotor dengan warna-warna. Pada siang itu, kegiatan belajar di TK Tanah Air diakhiri dengan suka cita wajah guru dan murid-murid yang memandangi hasil karyanya masing-masing. Abstrak. Namun terlihat indah dengan warna-warna dan guratan khas jari kecil anak-anak.. 

Finger Paint

Saat di taman kanak-kanak tersebut, dwi satu kelas dengan seorang anak yang bernama Mala. Ia adalah anak dari ibu wali kelasnya sendiri, Ibu Ati. Di kelas, Mala memiliki seorang teman karib yang selalu mengiringinya kemana saja, nama anak itu adalah Bila. Entah dikarenakan hal apa, dwi sering kali mendapat perlakuan iseng dari dua teman sekelasnya ini. Topinya yang diambil ketika upacara akan dimulai, lontaran ejekan ketika dirinya sedang sakit alergi, dan keisengan-keisengan lainnya dari kedua bocah itu. Entah mungkin dikarenakan memang dwi sejak dulu sudah bertampang judes dan agak enggan terlalu bersosialisasi, atau memang karena timbal balik dari keisengannya juga kepada teman-temannya. Entahlah. Ia tidak dapat mengingatnya lebih jauh. Yang ia ketahui hanya dirinya memang tidak terlalu akrab dengan Mala dan Bila. Beberapa teman taman kanak-kanak yang masih ia ingat adalah Yayang (yang hingga saat ini tidak diketahui siapa nama aslinya), Oki (anak perempuan yang sering bermain dengan Yayang), Ridwan (anak baik dan rajin yang selalu mendapatkan kaos dari Bu Ati karena hasil mewarnainya yang selalu rapi), dan Sari (yang kemudian satu sekolah di SD dan SMP dengan dwi).

Setelah menjalani masa taman kanak-kanak selama satu tahun, dwi melanjutkan sekolahnya di SD Negeri 09 di daerah kecamatan Malaka Jaya. Letaknya tidak jauh dari TK Tanah Air, karena di daerah ini memang seperti dikhususkan sebagai lingkungan pendidikan. Dalam radius 1 km kita dapat menemukan sekolah-sekolah lainnya, yaitu SD 05, SD 07, SD 04, SD 08, SMU 103, dan SMP 139 yang nantinya menjadi sekolah lanjutan tingkat pertama bagi dwi. Di SD Negeri 09 ini selama enam tahun dwi belajar menuntut ilmu untuk pendidikan dasarnya. Dulu ketika pendaftaran sekolah, seorang guru memberikan sedikit test kepada dwi. Kedua tangan guru itu menunjukkan empat jari di sebelah kanan dan empat jari di sebelah kiri. Ketika ditanya jumlah jari yang ditunjukkan ibu guru itu dwi dengan mudah dapat menjawab, namun ketika jari-jari di sebelah kanan disembunyikan, dwi kebingungan dan hanya terdiam memandangi si ibu guru. Syukurlah, walaupun kebingungan tidak bisa menjawab soal pengurangan dwi masih dianggap layak untuk mengikuti pelajaran di sekolah dasar.

Di sekolah dasar, dwi mendapatkan banyak pelajaran baru yang menyenangkan. Bukan hanya pelajaran adaptif dan normatif, tapi juga pelajaran mengenai hidup bersosial dengan orang-orang sekitar. Mempunyai teman-teman yang menyenangkan dengan berbagai macam karakternya, membuat dwi mulai memahami  bahwa setiap orang itu unik dan membutuhkan cara yang tidak selalu sama untuk menghadapinya. Memiliki guru-guru yang baik dan penyabar, serta teman-teman yang menyenangkan, indahnya masa-masa sekolah dasar... :)

Sejak kecil, dwi memang sudah kesulitan untuk menyebutkan huruf R (baca: cadel). Waktu di kelas 1 pelajaran membaca, Ibu Cucu wali kelasnya saat itu sedang mengajarkan kepada anak-anak tentang pengucapan huruf R dengan berbagai kombinasi terhadap huruf vokal. Dwi yang sejak tk memang sudah merasa kesulitan untuk menyebutkan huruf itu, memutuskan untuk diam , idak mengikuti apa yang dibacakan oleh wali kelasnya. Melihat dwi yang terdiam saja, Ibu Cucu tiba-tiba memanggil nama dwi. Kaget. Untung saja dwi bukan anak yang cengeng. Mengetahui kondisinya yang tidak bisa menyebutkan huruf R dengan jelas, lalu tiba-tiba dipanggil oleh ibu guru untuk membacanya sendiri di depan kelas, anak-anak yang lain bisa saja enggan beranjak maju menuruti perintah gurunya. Namun dwi memutuskan untuk tidak menghindar. Ia maju ke depan kelas, lalu mulai membacakan keras-keras huruf-huruf yang berada di papan tulis hitam.


"Rrraa.. rraa..."

"Rriii.. rrii..."
"Rruu.. rruu.."
"Rree.. rree.."
"Rroo.. rroo.."

Dalam waktu sepersekian detik suasana kelas agak hening, namun sepersekian detik selanjutnya mulai muncul beberapa derai tawa dari anak-anak. Kemudian Ibu Cucu langsung berusaha mengendalikan keadaan. "Naah... dwi bagus sudah pandai membacanya. Huruf vokal a-i-u-e-o-nya sudah jelas.. Tapi, seperti yang ibu bilang tadi yaa anak-anak, tidak semua orang bisa menyebutkan huruf R dengan jelas. Dwi ini salah satunya. Jadi.. dwi sering-sering latihan lagi ya dengan huruf R.." Ah, bijak sekali ibu ini. Telah berhasil menyelamatkan dwi dari ejekan teman-temannya.


R

Masa sekolah dasar dwi berakhir pada tahun 2003. Ia melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 139 yang letaknya tidak jauh dari tk dan sd nya sebelumnya. Di sekolah lanjutan tingkat pertama ini dwi mulai belajar berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Memiliki lebih banyak teman dengan lebih banyak karakter, memberi lebih banyak pelajaran hidup pula untuknya. Ketika di SLTP, dwi lebih senang menghabiskan waktu luangnya dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Karate. Kegiatan ini memang sudah ia ikuti semenjak kelas 6 SD. Saat itu ia mengikuti kakak perempuannya yang sedang menuntut ilmu si SLTP yang sama. Di usia 12 tahun itu dwi memutuskan untuk bergabung dengan klub karate di SMP N 139 karena mulai merasa jenuh dengan kegiatan waktu luangnya saat itu. Setelah pulang sekolah jam 12 siang ia biasanya menghabiskan waktu bersama teman-teman di sekolahnya untuk bermain atau belajar bersama. Selain karena jenuh bermain, dwi juga memang sejak dulu sangat tertarik dengan martial art. Mungkin dwi memang salah satu korban film action sepertinya.


Karate Girl


Dwi mengikuti ekstrakurikuler karate di sekolahnya kira-kira hanya selama tiga tahun. Ketika kenaikan kelas 3, ia memutuskan untuk berhenti dulu berlatih karate karena merasa harus memfokuskan diri untuk kelulusannya nanti. Selama mengikuti karate, ia berhasil mencapai level sabuk biru. Dengan kemampuan yang seadanya, dan (memang) tanpa memasang target apapun, dwi pernah mengikuti 3 kali kejuaraan karate di bidang kumite tanpa pernah membawa medali sekalipun. Tak diingkari, saat itu memang ia hanya ingin melatih kekuatan dan ketahanan diri saja, tanpa ada tekad untuk memenangkan suatu pertandingan, apalagi dalam hal kumite. Dengan berlatih karate melatihnya untuk tidak lemah, tidak cengeng, dan tidak mudah menyerah untuk menghadapi sesuatu. Mungkin bermula dari inilah dwi memiliki sifat yang (memang) agak keras. Terputus hanya sampai sabuk biru, hingga saat ini dwi masih menginginkan untuk melanjutkan karatenya suatu saat nanti.

Masa-masa SMP dwi berakhir di tahun 2005. Setelah lulus, dwi memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di SMK teknik, atau yang lebih populer dengan sebutan STM. Di SMKN 26, akhirnya ia diterima di sekolah pilihannya, dan di Jurusan Teknik Elektronika Komunikasi yang juga menjadi pilihannya. Tidak ada rasa yang janggal atau apapun ketika ia memutuskan untuk bersekolah di STM, karena kakak perempuannya pun melanjukan pendidikannya di sekolah ini.

Gerbang SMKN 26 Jakarta


Di sekolah ini, walaupun berjulukan STM yang identik dengan kaum laki-laki, namun dwi merasa sangat kondusif dan nyaman untuk belajar. Ia mengikuti beberapa kegiatan ekstrakurikuler ketika si SMK. Selain rohis yang memang diwajibkan bagi perempuan yang bersekolah disana, dwi juga aktif mengikuti kegiatan OSIS, dan pramuka. Di sekolah inilah dwi mulai banyak mendapatkan ilmu-ilmu agama, dan mulai konsisten untuk menerapkannya. Ia sangat bersyukur karena perempuan memang diwajibkan untuk ikut kegiatan rohis. Jika tidak, mungkin ia tidak akan tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut sama seperti ia di SMP yang lebih memilih untuk ikut karate dan paduan suara.

Untuk diketahui, SMKN 26 Jakarta yang berlokasi di Rawamangun adalah sekolah dengan program pendidikan 4 tahun. Selama 3 tahun dwi belajar dengan normal seperti sekolah menengah atas lainnya (dengan kurikulum yang berbeda namun pastinya), dan pada tahun keempat, dwi dan kawan-kawan lainnya diwajibkan untuk menjalani praktek kerja lapangan (PKL). Selama setahun itu dwi melakukan program praktek kerja lapangannya di dua perusahaan yang berbeda. Semester pertama ia praktek di sebuah perusahaan service center produk Nokia yang terletak di daerah Sunter Agung, Jakarta Utara, lalu pada semester berikutnya ia melanjutkan ke sebuah perusahaan provider jaringan internet (ISP) yang berkantor di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Setelah menuntaskan program PKL nya, dwi berhasil lulus dari SMKN 26 pada tahun 2009. Alhamdulillah...


Setelah menuntaskan pendidikan 12 tahunnya (ditambah 1 tahun praktek kerja lapangan), dwi sempat berkuliah di sebuah universitas di daerah Pandeglang, Banten. Saat itu ia mengambil jurusan pendidikan Bahasa Inggris, dan pernah bertekad untuk menjadi pengajar yang berkualitas dan turut dalam pembangunan pendidikan di daerah tersebut. Namun, karena banyak persoalan yang dapat dikatakan sangat rumit, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kehidupannya di Jakarta.

Ketika kembali ke Jakarta, ia mencoba mendaftarkan diri ke sebuah universitas swasta yang terletak tidak begitu jauh dari rumahnya, namun sayang pada saat itu waktu pendaftaran telah berakhir. Untuk mengisi waktu, dwi yang memang ingin melakukan kuliahnya sambil bekerja, ia mencoba memasukkan lamaran-lamaran pekerjaan ke perusahaan. Tak lama setelah itu ia mendapatkan tawaran dari temannya untuk bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang Event Organizer dan MICE. Selama sekitar satu tahun dwi bekerja di perusahaan tersebut. Sangat menyenangkan disana dapat bertemu dengan orang-orang kreatif dan tak kenal lelah untuk mencapai target.

Setelah satu tahun berlalu, dwi mendaftarkan diri lagi ke universitas yang sama seperti sebelumnya; Universitas Gunadarma. Syukurlah pada kali ini ia tidak melewatkan fase pendaftaran. Lolos mengikuti berbagai macam persyaratan dan ujain, akhirnya ia dapat diterima di jurusan Sistem Informasi. Ketika perkuliahan baru dimulai, yaitu sekitar pertengah September 2011 yang lalu, bertepatan pula dengan hari pertama bekerjanya di kantor yang baru. Ketika itu, dwi diterima di sebuah lembaga non-profit yang terletak di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, agak kebingunan dengan rute kantor-kampusnya. Namun akhirnya ia menemukan informasi rute perjalanan angkutan dari teman sekampusnya yang juga berkantor di daerah Kebon Sirih. Ya, dwi memang mengambil program non-reguler di kampusnya. Non-reguler di kampus Gunadarma berarti perkuliahan dilakukan mulai jam 6 sore hari. Jadi ketika jam kantor berakhir, dwi bergegas untuk pergi ke kampus. 

Di kampus, dwi menemukan teman-teman yang rata-rata memang setipe dengannya, yaitu kuliah sambil bekerja. Disana ia memiliki teman-teman baru dengan profesi yang beraneka ragam. Sangat menyenangkan rasanya memiliki banyak kerabat baru. Di kelas non reguler, hadir terlambat pada saat pelajaran adalah hal yang (sudah) biasa. Dengan kondisi letak kantor dan kampus dwi yang terbilang jauh, dwi menjadi langganan untuk datang telat di kelasnya.

Hingga saat ini, tiga semester sudah ia jalani bersama-sama dengan teman sekelasnya. Dwi sudah mulai merasa agak tertatih-tatih mengejar materi kuliahnya yang pada semester ini terbilang baru ia temui. Ditambah kondisi lalu lintas Jakarta-Bekasi yang amat tidak menentu, membuatnya semakin payah ketika sampai di kampus. Sangat sulit rasanya untuk berkonsentrasi dan fokus mengikuti pelajaran. Walau seringkali timbul kekesalan, dengan semangat yang ada dwi dan juga teman-temannya (yang juga hampir putus asa) berusaha untuk tidak menyerah. Ia yakin dan percaya ia pasti bisa melewati semua proses ini. Segala rintangan yang ia temui pasti masih dalam kemampuannya untuk dihadapi. Sebagaimana ia selalu percaya, bahwa Allah tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan hamba-Nya..

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Good nite, pals. :)

PS: tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas softskill dan belajar sedikit curcol. Hehe,,

Comments

Popular posts from this blog

Mind Mapping

One Way to Stay Sane

Fashion 70's