Ke Bekasi Jam Berapa?

Perkenalkan. Nama saya dwinurani. Mulai jadi anker sejak pertengahan tahun 2012 lalu. Cerita itu dimulai ketika pada suatu Senin kebetulan pulang agak malam dan berbarengan dengan salah satu bumil di kantor yang usia kandungannya sudah tidak muda lagi. Si ibu muda tersebut mau ke rumah keluarga suaminya di daerah Buaran katanya, dan dia mau kesana naik kereta. Hmm... si mbak yang satu ini emang udah terkenal pulang pergi naek kereta sih. Doi roker dari daerah Sudimara, kalau pulang kantor naik kereta dari Stasiun Tanah Abang. Tapi, man, bayangkan ibu-ibu hamil jalan sendirian ke stasiun Gondangdia dengan usia kandungannya yang sudah masuk bulan ke-tujuh, malem-malem di jalanan yang gelap gulita nan sepi itu, gue biarin sendirian sedangkan arah pulang gue sama dengan tujuan dia sekarang? Ngeri gila bayanginnya... (ah, gue liat ibu-ibu hamil jalan bawa perutnya aja ngeri. Apalagi bayangin ibu-ibu hamil gede naek kereta api >,<). Si ibu muda satu inilah yang akhirnya menjadikan dwinurani ini masuk roker jurusan Bekasi - Jakarta Kota.



sumber : Google


Waktu berlalu. Sekarang udah hampir satu tahun gue jadi roker. Menunggu kereta di Stasiun Klender Baru yang tiap paginya selalu diisi dengan para pengguna setia mass transportation satu ini walaupun kadang-kadang pelayanannya kok terasa gak manusiawi. Pertama kali ikutan naik kereta sama bumil tadi harga tiket commuter line Bekasi - Jakarta Kota masih senilai Rp. 6.500 tapi sekitar dua bulan kemudian tarifnya naik Rp. 2.000 jadi Rp. 8.500 :( Yaah... baru aja gue menikmati indahnya naik kereta (walaupun seringkali gw berasa masuk kedalem kaleng kornet) udah naik aja ini tarifnya... :( Udah gitu ternyata kenaikan tarif kereta CL tidak dibarengi dengan meningkatnya mutu pelayanan. Pas awal-awal aja itu pengeras suara di dalem kereta berfungsi, di tiap stasiun diinformasikan, setiap pintu mau terbuka/tertutup diberikan peringatan. Tapi, minggu-minggu berikutnya? Nggak ada. Entah kemana si petugas informasi itu pergi. Atau mungkin kemarin itu cuma suara masinis yang merangkap aja kali ya. :-?

Sekedar informasi, gw emang jarang banget naik kereta ekonomi. Bukan apa-apa, tapi karena memang kereta ekonomi dari Bekasi menuju Jakarta-Kota itu cuma sedikit perjalanannya. Jadi yang pertama itu paling pagi sekitar jam 6 kurang (yang mana gw ga mungkin berangkat jam segitu) lalu jadwal selanjutnya itu jam 8.22 (yang ini lebih ga mungkin lagi berangkat jam segini -___-) kemudian kereta ekonomi di jam pulang itu adanya malem sekitar jam 8 kurang. Padahal kalo ada kereta ekonomi gw bisa menghemat ongkos banyak banget loh. Bayangin aja, kereta commuter line harga tiketnya Rp. 8.500 sedangkan kereta ekonomi cuma Rp. 1.500 jauh banget kan.. bisa buat naik ojek itu dari Gondangdia ke kantor. Tapi sayang, sepertinya PT KAI gak bersahabat sama gue. :((

Sekarang, udah hampir habis kuartal pertama di tahun 2013, gue denger dan lihat di berita kalo PT KAI mulai bulan Juli 2013 akan meniadakan kereta-kereta non AC. Itu tandanya, secara otomatis akan meningkatkan tarif perjalanan kereta api yang berlaku saat ini. Denger berita ini jadi keinget lagi sama kejadian di satu sore di stasiun Gondangdia. Waktu itu seperti biasa, gw pulang kantor dengan pilihan naik kopaja ke kampung melayu lalu nyambung lagi naik metromini lalu disambung lagi naik angkot (fiuhh..), atau jalan sebentar ke Gondangdia lalu berdiri manis menunggu kereta yang kerap kali lebih sering terlambatnya dari pada sesuai jadwalnya, maka pada sore itu gue lebih memilih untuk menyusuri jalan kebon sirih menikmati damainya sore tanpa jadwal kuliah. Ketika sampai di stasiun Gondangdia, buru-buru gue menjajaki anak-anak tangga menuju loket pembelian tiket. Di depan loket gw agak mundur lagi karena uang yang biasanya ada di kantong depan tas ransel gw ternyata gak cukup, maka gw harus ngambil uang dari dompet. Gue mundur untuk mempersilakan orang-orang yang mau ambil antrian lebih dulu. Dan ketika itu lah, seorang bapak-bapak paruh baya terburu-buru ke depan antrian, lalu bertanya tergesa-gesa ke petugas loket.

"Ke Bekasi jam berapa, Mas?"

"17.26, pak. Udah di Juanda."

 "CL ya, mas? Yang ekonomi jam berapa?"

"Setengah delapan, pak."

"Ooh.. Setengah delapan ya.."



sumber : Megapolitan Kompas

Lalu dengan senyum kecewa, si Bapak tadi berjalan mundur mengangkat keranjang penuh muatan dagangannya di kedua bahu dan merapat ke bagian samping stasiun. Menunggu jam setengah delapan..


sumber : Google

Astagfirullahaladziim... Liat pemandangan tadi gw yang sebelumnya sibuk merogoh-rogoh isi tas mencari dompet jadi pengen nangis. Si bapak yang udah dengan semangatnya setengah berlari naikin anak tangga, sampai bungkuk bawa dagangan di bahunya, sampai loket cuma dapet kecewa dan harus menunggu sekitar dua jam lagi untuk bisa pulang dengan kereta ekonominya... :((

Ini gak adil. Gue mau marah-marah gak tau sama siapa. Sama petugas loket yang punya tampang sengak itu juga gak mungkin, karena bukan dia juga yang mengatur jadwal keberangkatan kereta ekonomi bertarif Rp. 1.500 itu. Siapa? Siapa yang harus gw bentak-bentak berkat pemandangan yang gue liat tadi itu?? Gue juga gak tau.. :(( Seandainya itu Dirut PT KAI gak hanya melihat naiknya trend pengguna kereta AC dan turunnya pengguna kereta non AC dari tahun ke tahunnya, seandainya dia mengalami gimana rasanya punya penghasilan sehari cuma sekitar Rp. 10.000 - Rp. 20.000 sedangkan biaya transportasi pulang saja bisa menghabiskan hampir separuh penghasilannya, seandainya dia tau seberapa beratnya barang dagangan yang bertengger di pundaknya, seandainya dia tau gimana kecewanya ketika semangat cepat sampai rumah pupus karena ongkos untuk tiket keretanya gak cukup dan harus nunggu di pojok stasiun dan mungkin dalam keadaan lapar, seandainya dia tau kalau penumpang kereta itu tidak semua seperti dia yang bisa beli tiket seharga Rp. 8.500 dengan tenang, tanpa memikirkan apakah keluarganya di rumah sudah bisa makan atau belum... Seandainya dia tau, seandainya dia melihat langsung, seandainya dia mengalami... :((

Gue tau, niat PT KAI memang baik. Melihat dari kereta-kereta ekonomi yang sudah tua itu memang terkadang sumber kekacauan jadwal kereta berkat hobi mogoknya. Tapi tolong jangan abaikan para pengguna kereta yang memiliki dana serba kekurangan. Untuk makan saja mereka sudah cukup menangis. Tolong jangan ditambah dengan biaya transportasi yang diluar jangkauan mereka. Kalau memang mengatakan tujuan penggantian kereta non AC menjadi ber-AC semata-mata demi meningkatkan kualitas pelayanan mereka kepada masyarakat, tolong jangan dikesampingkan pengguna utama kereta non AC tersebut. Karena 46.5 juta jiwa itu bukan angka yang sedikit. Kemampuan ekonomi mereka amat beragam. Dan amat mungkin, kereta api dengan tarif Rp. 1.500 dan rute perjalanan panjang mengantarkan mereka ke rumahnya, merupakan satu-satunya jenis transportasi masal yang dapat dijangkau oleh kemampuan finansialnya..


**DATA TREND PENUMPANG KRL PT KAI PERIODE 2009 - 2012**


KRL NON-AC KRL AC
Tahun Jml Pengguna Tahun Jml Pengguna
2009 86.6 juta 2009 43.9 juta
2010 69.3 juta 2010 54.5 juta
2011 56 juta 2011 65 juta
2012 46.5 juta 2012 87.5 juta

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Reference:
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/13/090466876/Juli-Kereta-Api-Non-AC-Ditiadakan

Comments

Popular posts from this blog

Mind Mapping

One Way to Stay Sane

Fashion 70's