Mimpi #1

Sesungguhnya, gue ini bukan termasuk orang yang gemar bermimpi pada saat tidur. Tapi, entah kenapa akhir-akhir ini tidur gue selalu terselip mimpi. Dari sekedar mimpiin kejadian-kejadian yang berkaitan dengan keseharian gue pada siang harinya, sampai hal-hal yang nggak pernah kepikiran sama sekali di otak gue. Ada dua mimpi yang masih hangat diingatan gue dalam beberapa minggu ini. Yang pertama tentang kematian.
Sejak beberapa menit tadi udah berapa baris kalimat yang gw ketik, lalu gw hapus. Bingung dibuat jadi narasinya gimana. Maklum, gw bukan juga termasuk yang suka menulis. Redaksi gue acak-acakan. Terlebih lagi untuk mengungkit tentang kematian...

Malem itu gue pulang agak larut seinget gue. Seperti biasa, karena kelamaan menatap monitor di kantor mata agak kering dan susah tidur. Badan capek tapi otak masih belum bisa relax. Disuruh merem malah jadi pusing, yang ada tiap pulang malah nyalain netbook (baca: buka jejaring sosial :p). Padahal gue tau obat bikin ngantuk yang paling ampuh adalah: BACA BUKU. Hahahaha,,
Gue tidur sekitar jam 12 am lewat. Pikiran masih gak bisa santai. Ubah-ubah posisi tidur ke kanan ke kiri, badan jadi agak sakit. Akhirnya gue tidur telentang, posisi tangan seperti orang solat, kepala menghadap lurus ke atas. Mata dipaksa merem perlahan, baca doa, baca istighfar, subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha ilallah, allahu akbar, sebanyak-banyaknya. Berharap mendapat ketenangan langsung dari Tuhanku; Allah SWT. Dari pada ngitung domba 1,2,3,4,5,.......dst, sampe sejuta juga gak ada manfaatnya kecuali capek dan fasih berhitung. :b
Tidur... tidur... tidur...
Akhirnya gue tertidur. Hingga sekitar beberapa jam kemudian (yang gue rasakan pada saat itu gw udah tidur lamaaa banget. Rasa-rasanya terlalu nyenyak) mimpi itu muncul tanpa permisi. Membawa pikiran gue (dan seolah fisik gue) ke tempat asing yang disitu dikatakan adalah rumah gue tinggal. Agak rame waktu itu, banyak orang asing yang tak biasanya ada di rumah. Saat itu terasa datar-datar aja emosinya. Seperti biasa, disetiap mimpi yang gw alami, gw gak banyak ngomongn disana. Gue cuma seperti sedang nonton suatu scene dalam drama/film. Badan gue ada, tapi orang-orang seolah gak peduliin fisik gw disana. No, problem. Bukan itu yang jadi fokus.
Hingga beberapa saat, ketika semuanya terasa semakin random, gue seperti baru 'ngeh' dan terbangun dari tidur (padahal lagi tidur). Gue seperti sudah melewati waktu berhari-hari yang cukup lama untuk tidak mengetahui keadaan keluarga sendiri. Gue mendapatkan alur cerita mimpi gw sendiri pada saat di mimpi itu gw mendengar suara laki-laki (bapak-bapak) tepatnya menanyakan orang tua gue ke orang disebelahnya. Dari pembicaraan mereka, gw menangkap bahwa orang tua gue meninggal...
Asli. Panik, gak percaya, sedih, kalap, takut, lemes, jantung terasa gak berdetak, semuanya terasa amat sangat nyata. Gue tengok kanan kiri mencoba membaca keadaan yang sedari tadi gw gak mengerti ada apa. Meracau sendiri menunjukkan rasa tidak percaya. "Gak mungkin. Ini gak bener. Ini gak mungkin!" sampai akhirnya lelah sendiri menyangkal.
Gue nangis...
Scene yang sejak awal gw lihat sosok gw hanya sebatas punggung, (ya, gw liat diri gw sendiri disana) sekarang jadi adegan menutup wajah menahan tangisan di depan mata gue. Sesekali gw liat dia masih meracau, menengok ke kanan kiri, meyakinkan bahwa ini adalah mimpi. Pada saat itu juga gw yang disana seperti pengamat cerita, ikut merasakan kepanikan dan ketidakpercayaan yang luar biasa. Hingga akhirnya gw juga merasa seperti basah di bawah kelopak mata, gw berdoa jika ini semua adalah mimpi gw mau cepat-cepat bangun dalam hitungan 2-3 detik.
"I hope it's just a dream, that i would wake up in second"
Berkata di dalam hati sambil sesengukkan.
Benar saja, alhamdulillah itu semua cuma mimpi. Gw bangun dengan mendapati basah di mata gw. Terasa agak sulit mengejar napas, seperti orang selesai marathon di lapangan velodrome. Panik. Paniknya begitu nyata. Sampe-sampe gw melanjutkan tangisan gw dan berpikir apakah orang tua gw masih ada saat itu juga. Saat agak tenang dan sadar kalo gw udah bangun, gue tengok ke kiri dan melihat kakak gw yang tertidur nyenyak. Ruangan masih gelap. Ini masih malam, masih waktunya orang-orang untuk istirahat. Bukan pergi.
Astagfirullahaladzim... Ya Allah... ini mimpi. Alhamdulillah ini cuma mimpi.
Gw coba menenangkan diri gw. Mengatur napas yang agak tersengal. Mereka-reka apa yang telah gue lakukan pada saat mimpi tadi. Dimimpi gue nangis, apakah tadi gw menimbulkan erangan yang mengganggu tidur orang? Apakah suara racauan gue terdengar orang? Semoga tidak...
Ketika sadar gue semakin berkumpul, ternyata posisi tidur gw udah berubah. Menghadap kanan memeluk guling. Gw peluk itu guling erat-erat biar gak nangis lagi. Mungkin ada sekitar 30 menit gw masih memikirkan mimpi itu. Sadar kalo ini masih malem, gw coba untuk tidur lagi. Gw istighfar, istighfar, istighfar, dzikir sampai tertidur lagi. Saat terasa pikiran sudah siap dalam posisi idle gw agak-agak mendengar samar suara bacaan Qur'an dari musholla. Ah... ini sudah ada jam 4 pagi rupanya... Ini udah pagi....
Gak kuat nahan mata yang berat gara-gara abis mewek, akhirnya gw tidur lagi walaupun udah mau deket subuh. Mimpi ini cuma mimpi. Kata nyokap kalau mimpi di jam-jam udah pagi begitu udah hampir gak ada tafsirnya. Karena itu sudah pagi. Bukan waktunya bunga tidur untuk menghinggapi lagi. Ya, Allah, semoga itu benar. It was such a nightmare. Saya sudah pernah bermimpi hal yang serupa sebelumnya beberapa tahun yang lalu. Dan perasaan yang ada semuanya sama. Semua begitu nyata. Seolah-olah itu bukan mimpi... :(
Dear, God, please i don't want to have a nightmare anymore... :(
Belakangan, berhari-hari setelah mimpi itu, gw masih terus memikirkan. Kejadian-kejadian yang random disetiap mimpi gw coba untuk flashback kembali. Memikirkan sedang apa orang-orang pada saat itu, dimana keluarga gue yang kacaunya gw gak lihat sama sekali. Sendiri. Gue waktu itu sendiri. :(
Sekarang gue baru inget, orang-orang yang lalu lalang di dalam rumah, sibuk ini sibuk itu, menyiapkan makanan ini menyiapkan makanan itu, adalah orang-orang yang sibuk untuk acara tahlilan/yasinan/haulan/atau apalah itu namanya. Acara yang sering gue lihat, acara memperingati kepergian seseorang yang setahu gw dilakukan setiap 10 hari, 1 bulan, 100 hari, setelah meninggalnya seseorang itu. Ini adalah tradisi dari salah satu budaya di Indonesia, yang sampai saat ini gw masih gak ngerti apa maksudnya. Mengapa ketika satu keluarga berduka atas kepergian anggota keluarganya, justru harus terbebani hal untuk menjamu para tamunya untuk tahlilan. Sepengamatan gw disaat tinggal di daerah, keluarga yang ditinggalkan tidak mengeluarkan uang yang sedikit untuk menjamu para tamunya, yang terkadang malah menyisakan kesedihan yang semakin dalam karena semua tabungan dan asetnya dikerahkan untuk jamuan seperti itu. Menjamu tamu adalah hal yang baik, hanya saja kurang tepat rasanya jika kepergian sesorang jamuannya setara dengan pesta resepsi pernikahan. Ah, tapi itu hanya sekedar pandangan seorang Dwi Nurani saja. Yang tidak paham betul tentang budaya dan agama. Orang tua bilang anak muda suka terlalu arogan dalam mengambil kesimpulan. Yah, secara gue masih muda, sih, (cieee... muda) ya pendapat gw sekarang ya seperti itu tadi. Tapi mengingat gue juga nanti akan tua, gw gak mau terlalu menggebu-gebu mengatakan hal tadi itu sama sekali tidak ada manfaatnya. Orang-orang terdahulu pasti punya maksut dan tujuan. Tapi, saya rasa al itu tetap saja tidak benar untuk saat ini. Terlalu berlebihan.
Yaa Allah, ya tuhanku, lindungi keluargaku dari segala bentuk marabahaya. Lindungi orangtuaku, kakakku, dan adik-adikku ya Allah. Aamin....
doa4.jpg
Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]
doa1.jpg
Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]
doa6.jpg
Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Aaamiin...... Yaa Robbal'alamin......

Comments

Popular posts from this blog

Mind Mapping

One Way to Stay Sane

Fashion 70's